Minggu, 10 Januari 2016

MAKALAH
GEPENG(GELANDANGAN DAN PENGEMIS)
gundar-logo.jpg
DISUSUN OLEH:
LIDYA CAHYANI
1 IA 021
53415825

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan YME, karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas ini untuk memenuhi mata kuliah Ilmu Sosial Dasar.
Dalam penulisan karya tulis  ini penulis membahas tentang “Gepeng(Gelandangan dan Pengemis)” sesuai dengan tujuan instruksional khusus mata kuliah Ilmu Sosial Dasar,.Fakultas Teknologi Industri , Jurusan Teknik Informatika, Universitas GUNADARMA.
Dengan menyelesaikan karya tulis ini ini, tidak jarang penulis menemui kesulitan. Namun penulis sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikannya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca yang sifatnya membangun untuk dijadikan bahan masukan guna penulisan yang akan datang sehingga menjadi lebih baik lagi. Semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

                                                                                              Bekasi, januari 2016

                                                                        Lidya cahyani










DAFTAR ISI

Judul Halaman                        ………………………………………………………     1
Kata Pengantar                       ………………………………………………………     2
Daftar Isi                                 ………………………………………………………     3

BAB I  : Pendahuluan            
      1.1  Latar Belakang                 ………………………………………………………     4
1.2. Tujuan Masalah               ……………………………………………………...      4

BAB II : Kajian pustaka dan Pembahasan  
1   Pengertian Gepeng            ……………………………………….........................   5-6
2  Pengertian Pekerja Sosial  …………………………………………………………  7-9
3   Faktor penyebab terjadinya Gepeng    ……………………………………………  10-12

BAB III : Penutup
3.1. Kesimpulan    ……………………………………………………….....................    13
3.2   Saran    ........................................................................................................... .........  14
Daftar Pustaka ..............................……………………………………………………....  15






BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dampak positif dan negatif tampaknya semakin sulit dihindari dalam pembangunan, sehingga selalu diperlukan usaha untuk lebih mengembangkan dampak positif pembangunan serta mengurangi dan mengantisipasi dampak negatifnya. Gelandangan dan pengemis (gepeng) merupakan salah satu dampak negatif pembangunan, khususnya pembangunan perkotaan. Keberhasilan percepatan pembangunan di wilayah perkotaan dan sebaliknya keterlambatan pembangunan di wilayah pedesaan mengundang arus migrasi desa-kota yang antara lain memunculkan gepeng karena sulitnya pemukiman dan pekerjaan di wilayah perkotaan dan pedesaan.
Masalah umum gelandangan dan pengemis pada hakikatnya erat terkait dengan masalah ketertiban dan keamanan yang menganggu ketertiban dan keaman di daerah perkotaan. Dengan berkembangnya gepeng maka diduga akan memberi peluang munculnya gangguan keamanan dan ketertiban, yang pada akhirnya akan menganggu stabilitas sehingga pembangunan akan terganggu, serta cita-cita nasional tidak dapat diwujudkan. Jelaslah diperlukan usaha-usaha penanggulangan gepeng tersebut.
Tampaknya gepeng tetap menjadi masalah dari tahun ke tahun, baik bagi wilayah penerima (perkotaan) maupun bagi wilayah pengirim (pedesaan) walaupun telah diusahakan penganggulangannya secara terpadu di wilayah penerima dan pengirim. Setiap saat pasti ada sejumlah gepeng yang kena razia dan dikembalikan ke daerah asal setelah melalui pembinaan.
B.     Rumusan Masalah
1.    Apa saja faktor yang mempengaruhi gelandangan dan pengemis (gepeng) di Jakarta?
2.    Bagaimana proses penanganan gelandangan dan pengemis (Gepeng) yang dilakukan oleh Dinas Sosial kota Jakarta?
C.     Tujuan Penelitian
1.    Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi gelandangan dan pengemis (gepeng) di kota Jakarta.
2.    Untuk mengetahui proses penanganan gelandangan dan pengemis (gepeng) oleh Dinas Sosial kota jakarta




. BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Gelandangan dan Pengemis
Istilah “gepeng” merupakan singkatan dari kata gelandangan dan pengemis. Menurut Departemen Sosial R.I (1992), gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.
Sedangkan pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Dari pengertian diatas, selanjutnya bisa dilihat dari kelompok-kelompok pengemis yang membedakan satu sama lain diantara pengemis yang ada.
Menurut Muthalib dan Sudjarwo (dalam IqBali, 2005) diberikan tiga gambaran umum gelandangan, yaitu (1) sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh masyaratnya, (2) orang yang disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai, dan (3) orang yang berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan. Ali, dkk., (1990) juga menggambarkan mata pencaharian gelandangan di Kartasura seperti pemulung, peminta-minta, tukang semir sepatu, tukang becak, penjaja makanan, dan pengamen.
Harth (1973) mengemukakan bahwa dari kesempatan memperoleh penghasilan yang sah, pengemis dan gelandangan termasuk pekerja sektor informal. Sementara itu, Breman (1980) mengusulkan agar dibedakan tiga kelompok pekerja dalam analisis terhadap kelas sosial di kota, yaitu (1) kelompok yang berusaha sendiri dengan modal dan memiliki ketrampilan; (2) kelompok buruh pada usaha kecil dan kelompok yang berusaha sendiri dengan modal sangat sedikit atau bahkan tanpa modal; dan (3) kelompok miskin yang kegiatannya mirip gelandangan dan pengemis.
Sementara itu Alkostar (1984) dalam penelitiannya tentang kehidupan gelandangan melihat bahwa terjadinya gelandangan dan pengemis dapat dibedakan menjadi dua faktor penyebab, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi sifat-sifat malas, tidak mau bekerja, mental yang tidak kuat, adanya cacat fisik ataupun cacat psikis. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor sosial, kultural, ekonomi, pendidikan, lingkungan, agama dan letak geografis.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa gelandangan adalah seorang yang hidup dalam keadaan yang tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak memiliki pekerjaan tetap dan mengembara ditempat umum sehingga hidup tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat. Sedangkan pengemis adalah seorang yang mendapat penghasilan dengan meminta minta di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapatkan belas kasihan dari orang lain.
Gepeng (gelandangan dan pengemis) adalah seorang yang hidup menggelandang dan sekaligus mengemis. Oleh karna tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari.
Gelandangan dan Pengemis pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu mereka yang masuk dalam kategori menggelandang dan mengemis untuk bertahan hidup, dan mereka yang menggelandang dan mengemis karena malas dalam bekerja. Gelandangan dan pengemis pada umumnya tidak memiliki kartu identitas karena takut atau malu dikembalikan ke daerah asalnya, sementara pemerintah kota tidak mengakui dan tidak mentolerir warga kota yang tidak mempunyai kartu identitas. Sebagai akibatnya perkawinan dilakukan tanpa menggunakan aturan dari pemerintah, yang sering disebut dengan istilah kumpul kebo (living together out of wedlock). Praktek ini mengakibatkan anak-anak keturunan mereka menjadi generasi yang tidak jelas, karena tidak mempunyai akte kelahiran. Sebagai generasi yang frustasi karena putus hubungan dengan kerabatnya di desa.
 Gelandangan dan pengemis adalah salah satu kelompok yang terpinggirkan dari pembangunan, dan di sisi lain memiliki pola hidup yang berbeda dengan masyarakat secara umum. Mereka hidup terkonsentrasi di sentra-sentra kumuh di perkotaan. Sebagai kelompok marginal, gelandangan dan pengemis tidak jauh dari berbagai stigma yang melekat pada masarakat sekitarnya. Stigma ini mendeskripsikan gelandangan dan pengemis dengan citra yang negatif. Gelandangan dan pengemis dipersepsikan sebagai orang yang merusak pemandangan dan ketertiban umum seperti : kotor, sumber kriminal, tanpa norma, tidak dapat dipercaya, tidak teratur, penipu, pencuri kecil-kecilan, malas, apatis, bahkan disebut sebagai sampah masyarakat.
Pandangan semacam ini mengisyaratkan bahwa gelandangan dan pengemis, dianggap sulit memberikan sumbangsih yang berarti terhadap pembangunan kota karena mengganggu keharmonisan, keberlanjutan, penampilan, dan konstruksi masyarakat kota. Hal ini berarti bahwa gelandangan dan pengemis, tidak hanya menghadapi kesulitan hidup dalam konteks ekonomi, tetapi juga dalam konteks hubungan sosial budaya dengan masyarakat kota. Akibatnya komunitas gelandangan dan pengemis harus berjuang menghadapi kesulitan ekonomi, sosial psikologis dan budaya. Namun demikian, gelandangan dan pengemis memiliki potensi dan kemampuan untuk tetap mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Indikasi ini menunjukkan bahwa gelandangan dan pengemis mempunyai sejumlah sisi positif yang bisa dikembangkan lebih lanjut.





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Pekerjaan Sosial
Pekerjaan sosial sebagai profesi masih dapat dikatakan sebagai profesi yang baru muncul pada awal abad ke-20, meskipun demikian, ia mempunyai akar sejak timbulnya revolusi industri. Berbeda dengan profesi lain yang mengembangkan spesialisasi untuk mencapai kematangannya, maka pekerjaan sosial lebih berusaha untuk menyatukan berbagai bidang ilmu ataupun spesialisasi dari berbagai lapangan praktek.
Menurut International Federation Of Social Worker (ISFM), pekerjaan sosial (social worker) adalah sebuah profesi yang mendorong perubahan sosial, memecahkan masalah dalam kaitannya dengan relasi kemanusiaan, memberdayakan, dan membebaskan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Pekerjaan sosial adalah aktivitas professional, untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut Thelma Lee Mendoza, pekerjaan sosial merupakan profesi yang memperhatikan penyesuaian antara individu dengan lingkungannya, dan individu (kelompok) dalam hubungan dengan situasi (kondisi) sosialnya. Pandangan ini mengacu pada konsep “fungsi sosial” yang terkait dengan kinerja (performance) dari berbagai peranan sosial yang ada pada masyarakat.
Menurut Leonora Scrafica-deGuzman Pekerjaan sosial adalah profesi yang bidang utamanya berkecimpung dalam kegiatan pelayanan sosial yang terorganisasi, dimana tujuannya untuk memfasilitasi dan memperkuat relasi dalam penyesuaian diri secara timbal balik dan saling menguntungkan antar individu dengan lingkungan sosialnya, melalui penggunaan metode-metode sosial.
Tan dan Envall mendefinisikan Pekerjaan sosial sebagai berikut “profesi pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya dengan relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayaan dan pembebasan manusia, serta perbaikan masyarakat. Menggunakan teori-teori perilaku manusia dan sistem-sistem sosial, pekerjaan sosial melakukan intervensi pada titik (atau situasi) dimana orang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip hak azasi manusia dan keadilan sosial sangat penting bagi pekerjaan sosial.
Dari pandangan di atas, permasalahan dalam bidang pekerjaan sosial, erat kaitannya dengan masalah fungsi sosial (social functioning), yaitu kemampuan seseorang untuk menjalankan peranannya sesuai tuntutan lingkungannya. Oleh karena itu usaha-usaha untuk memberikan pelayanan sosial, baik secara langsung maupun tidak langsung, juga diarahkan untuk membantu individu, kelompok ataupun masyarakat dalam menjalankan fungsi sosialnya. Menurut Thelma Lee Mendoza, secara umum, ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya:
1.    Personal inadequancies or sometimes phatologies which may make it difficult for man to cope with the demands of his environment. (ketidakmampuan individu atau kadangkala patologiyang membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan lingkungannya).
2.     Situational inadequancies and other conditions which are beyond man’s coping capacities,and. (ketidakmampuan situasional (lingkungan dan kondisi lainnya yang berada dibawah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri).
3.    Both personal and situasional inadequacies. (ketidakmampuan/ ketidaklengkapan dari kedua faktor personal dan situasional).
Dan untuk mengatasi masalah-masalah dalam fungsi sosial, maka intervensi yang dapat dilakukan adalah :
Ø Intervention primarily through person, which involves activities aimed at increasing man’s capacities to cope with or adjust to his reality situation (such as by changing his attitudes and teaching him skills). (intervensi yang utama dilakukan melalui individu, dimana melibatkan kegiatan-kegiatan yang ditujukan pada peningkatan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan situasi realitanya (seperti melalui perubahan sikap dan mengajarkan keterampilan pada orang tersebut).
Ø Intervention primarily through his situation which involves activities aimed at modifying the nature of the reality itself so as to bring it within the range of man’s functional capacities (such as by minimizing or preventing the causes of stress, by providing necessary services and facilities). (intervensi yang utama dilakukan melalui situasi lingkungannya, dimana meliputi kegiatan-kegiatan yang ditujukan pada pemodifikasian sifat-sifat dasarndan realita itu sendiri agar dapat masuk kedalam rentangan kemampuan berfungsi orang tersebut(seperti melalui peminimalisiran atau pencegahan penyebab timbulnya stress, melalui penyediaan pelayanan dan fasilitas yang diperlukan).
Ø Intervention through both the person and his situation. (intervensi yang dilakukan melalui individu dan juga melalui situasi lingkungannya). Sebagai aktivitas pertolongan(helping profession), pekerjaan sosial bermaksud untuk menyelesaikan masalah sosial yang terjadi pada individu, keluarga, kelompok, ataupun masyarakat. Layaknya dokter atau guru, sebagai aktivitas yang professional, pekerjaan sosial didasari atas tiga kompetensi penting, yakni kerangka pengetahuan (body of knowledge), kerangka keahlian ( body of skill), dan kerangka nilai (body of value). Secara integratif, ketiganya menjadi dasar penting dalam praktik ilmu pekerjaan sosial.

Dari definisi diatas, dapat dilihat bahwa pekerjaan sosial adalah disiplin ilmu yang berkepentingan untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial, yang dihadapi umat manusia, artinya, secara operasional pekerjaan sosial pada dasarnya sangat dekat dengan kehidupan setiap masyarakat. Walaupun demikian, perlu diakui bahwa secara definitive, pekerjaan sosial relative kurang dikenal dalam masyarakat Indonesia. Bila dilihat secara definitif, pengertian pekerjaan sosial yang dikemukakan oleh United States Council on Social Work Education. Lebih melihat pekerjaan sosial sebagai profesi yang banyak berfokus pada fungsi sosial individu, ataupun kelompok, terutama dalam kaitan dengan relasi sosial yang membentuk interaksi antara manusia dengan lingkungannya, aktivitas ini menurut Skidmore, dapat dikelompokkan kedalam tiga fungsi:
1.    Perbaikan (restorasi), kapasitas yang dimiliki klien (fungsi rehabilitative dan kuratif). Aspek kuratif dalam pekerjaan sosial berusaha mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor  yang menjadi penyebab kurang berfungsinya seseorang. Aspek rehabilitative dalam pekerjaan sosial mencoba membina kembali pola-pola interaksi.
2.    Penyediaan sumber daya individu atau masyarakat (fungsi developmental), fungsi developmebtal ini bertujuan untuk memanfaatkan secara maksimum kemampuan dan potensi agar interaksi sosialnya lebih efektif.
Pencegahan disfungsi sosial (fingsi preventif). Fungsi ini melibatkan penemuan, pengawasan, dan menghilangkan atau mengurangi kondisi atau situasi yang mempunyai potensi untuk merusak fungsi sosial seseorang.

B.  Tujuan Pekerja Sosial
Sebagaimana yang telah ditegaskan oleh The National Assosiation Of Social Workers (NASW), pekerjaan sosial mempunyai empat tujuan utama, akan tetapi The Council on Social Work Education menambah dua tujuan pekerjaan sosial, sehingga menjadi enam poin penting, antara lain :
Ø  Meningkatkan kapasitas masyarakat untuk menyelesaikan masalahnya, menanggulangi dan secara efektif dapat menjalankan fungsi sosialnya. Seseorang yang sedang mengalami masalah, sering kali tidak memilikikesadaran bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Pekerja sosial berperan dalam mengidentifikasi kekuatan klien dan mendorongnya untuk dapat melakukan perubahan pada kehidupannya.kesadaran tentang kekuatan yang ada pada diri klien inilah yang menimbulkan suatu nilai terkenal yang dijunjung tinggi dalam pekerjaan sosial, yakni self determination (keputusan oleh diri sendiri). Pekerja sosial dalam konteks ini dapat berperan sebagai konselor, pendidik, penyedia layanan, atau perubah perilaku.
Ø  Menghubungkan klien dengan jaringan sumber yang dibutuhkan. Ibarat memancing, dalam konteks memberdayakan masyarakat, jika dulu cukup memberikan kailnya saja. Dengan memberikan pelatihan skill tertentu (misalnya kewirausahaan) kepada rakyat miskin, mungkin sudah cukup menyelesaikan problem kemiskinan. Namun, kail saja kini rasanya tidak cukup. Sebab, bagaimana mungkin bisa memancing padahal “kolam” nya saja sudah tidak tersedia, atau klien merasa kebingungan di “kolam” mana mungkin dia akan melemparkan kailnya. Dalam hal ini pekerjaan sosial berfungsi strategis dalam advokasi sosial maupun menghubungkan klien kepada jaringan-jaringan sumber yang dibutuhkan seorang klien, untuk dapat berkembang dan mencapai tujuan kehidupannya. Menjadi broker atau pialang sosial adalah suatu peran strategis, yang dapat dimainkan oleh pekerja sosial untuk mencapai tujuan ini.
Ø  Meningkatkan kinerja lembaga-lembaga sosial dalam pelayanannya, agar berjalan secara efektif. Pekerja sosial berperan dalam menjamin agar lembaga-lembaga sosial dapat memberikan pelayanan terhadap klien secara merata dan efektif. Langkah ini dilakukan karena lembaga-lembaga sosial dianggap sebagai salah satu peranti untuk mencapai tujuan-tujuan dari disiplin ilmu pekerjaan sosial. Peran-peran yang dapat dilakukan pekerja sosial antara lain, pengembang program, supervisor, koordinator ataupun konsultan. Sebagai pengenbang program, pekerja sosial dapat mendorong atau merancang program sosial, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagai supervisor, pekerja sosial dapat meningkatkan kinerja pelayanan lembaga sosial melalui supervise yang dilakukan terhadap staf-stafnya. Sedangkan, dalam konteks coordinator, pekerja sosial dapat meningkatkan system pelayanan, dengan meningkatkan komunikasi dan koordinasi antara sumber-sumber pelayanan kemanusiaan. Memandu lembaga sosial dalam meningkatkan kualitas pelayanan dapat diperankan oleh pekerja sosial sebagai konsultan.
Ø  Mendorong terciptanya keadilan sosial melalui pengembangan kebijakan sosial yang berpihak. Disinilah pekerjaan sosial memiliki kaitan yang sangat erat dengan kesejahteraan sosial maupun dengan kebijakan sosial. Yang pertama sebagai tujuan akhirnya sedang kedua sebagai salah satu alat untuk mencapainya. Keduanya berada dalam wilayah kajian pekerjaan sosial. Pekerja sosial dapat berperan sebagai perencana (planner) atau pengembang kebijakan (policy developer).
Ø  Memberdayakan kelompok-kelompok rentan dan mendorong kesejahteraan sosial maupun ekonomi. Kelompok rentan yang dimaksud seperti orang lanjut usia, kaum perempuan, gay, lesbian, orang yang cacat fisik maupun mental, pengidap HIV/AIDS (ODHA), dan kelompok marjinal lainnya. Lazimnya, kelompok masyarakat seperti ini sangat rentan terhadap pengabaian hak-haknya, sehingga perlu dilindungi agar memperoleh hah-haknya secara memadai. Selain hak-hak keadilan dan kesejahteraan sosial diperlukan juga upaya untuk memberikan perlindungan kepada mereka untuk memperoleh hak-hak keadilan secara ekonomi. Misalnya, peluang untuk memperoleh pekerjaan atau pelayanan kesehatan. Sebab tidak jarang kelompok rentan seperti ini kurang mendapat perhatian dalam hak-haknya secara ekonomi.
Ø  Mengembangkan dan melakukan uji keterampilan atau pengetahuan professional. Pekerjaan sosial diharapkan memiliki dasar-dasar keterampilan dan pengetahuan yang mencukupi dalam praktiknya. Sehingga perlu ada upaya pengembangan maupun uji kelayakan terhadap pekerja sosial sendiri. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar praktik pekerjaan sosial yang dilakukan tidak menyimpang, dan sesuai dengan norma dan etika yang berlaku dalam masyarakat.
C.  Faktor penyebab dari gepeng (gelandangan dan pengemis).
Masalah sosial tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang berada di daerah perkotaan adalah masalah gelandangan dan pengemis. Permasalahan sosial gelandanagan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti hal hal kemiskinan, pendidikan rendak, minimnya keterampilan kerja yang di miliki,lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagaianya. Adapun gambaran permasalahan tersebut dapat di uraikan sebagai berikut:




1.    Masalah kemiskinan.
Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal dan menjangkau pelayanan umum sehingga tidak dapat Mengembangkan kehidupan pribadi maupun keluarga secara layak.
2.    Masalah Pendidikan.
Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala untuk memperleh pekerjaan yang layak
3.    Masalah keterampilan kerja.
Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
4.    Masalah sosial budaya 
Ada beberapa faktor sosial budaya yang mengakibatkan seseorang menjadi gelandangan dan pengemis:
a.    Rendahnya harga diri.
Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang, mengakibatkan tidak dimiliki rasa bamu untk minta minta.
b.    Sikap pasrah pada nasib.
Mareka manggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakuan perubahan.
c.    Kebebasan dan kesenangan hidup mengelandang.
Ada kenikmatan tersendiri bagi orang yang hidup menggelandang.
D.  Dampak dari galandangan dan pengemis (gepeng)
Dengan adanya para gelandangan dan pengemis yang berda di tempat tempat umum akan menimbulkan banyak sekali masalah sosial di tengah kehidupan bermasyarakat di antaranya:
a.    Masalah lingkungan (tata ruang)
Gelandangan dan pengemis pada umumnya tidak memiliki tempat tinggal tetap, tinggal di wilayah yang sebanarnya dilarang dijadika tepat tinggal, seperti : taman taman, bawah jembatan dan pingiran kali. Oleh karna itu mereka di kota besar sangat mengangu ketertiban umum, ketenangan masyrakat dan kebersihan serta keindahan kota.
b.    Masalah kependudukan.
Gelandangan dan pengemis yang hidupnya berkeliaran di jalan jalan dan tempat umum, kebanyakan tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat di kelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian besar dari mereka hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah. 
c.    Masalah keaman dan ketertiban.
Maraknya gelandangan dan pengemis di suatu wilayah dapat menimbulkan kerawanan sosial mengagu keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut.
d.   Masalah kriminalitas.
Memang tak dapat kita sangkal banyak sekali faktor penyebab dari kriminalitas ini di lakukan oleh para gelandangan dan pengemis di tempat keramaian mulai dari pencurian kekerasan hingga sampi pelecehan seksual ini kerap sekali terjadi.






















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Perilaku menggepeng erat kaitannya dengan urbanisasi, dan urbanisasi erat kaitannya dengan adanya kesenjangan pembangunan wilayah pedesaan dan perkotaan. Semasih adanya kesenjangan ini maka urbanisasiakan sulit dibendung dan akan memberi peluang munculnya kegiatan sectorinformal seperti kegiatan menggepeng.
Pada hakikatnya tidak ada norma social yang mengatur perilaku menggepeng. Kegiatan menggepeng umumnya dilakukan ibu-ibu yang disertai dengan anak-anaknya. Mereka umumnya relative muda dan termasuk dalam tenaga kerja yang produktif. Pendidikan keluarga gepeng pada umumnya rendah. Ini disebabkan karena susahnya masyarakat miskin dalam mengakses pendidikan, jugatermasuk karena anak usia sekolah terpaksa menggelandang dan mengemisuntuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhirnya kebodohan dan kemiskinan pun seakan menjadi sebuah turunan pada keluarga tersebut. Adanya peran aktif dari berbagai kalangan dalam hal ini dalam pengentasan kemiskinan dan juga masalah Gelandangan dan pengemis ini. 
Ada beberapa langkan yang mungkin dapat diterapkan antara lain adalah tetap menertibkan para Gelandangan-gelandangan dan Pengemis tersebutdan berusaha untuk mengembalikan ke kampung halamannya. Berikutnya adalah mengembangkan usaha-usaha dari desa asal agar tidak terulang permasalahan tersebut, atau dalam kata lain tidak membuat semacam ketimpangan pembangunan antara kota dan desa.pemenuhan kebutuhan spiritual untuk memelihara sikap idealis yang telah ada di masyarakat.

B.  Saran
Melihat permasalahan pengemis yang terjadi di kota jakarta, diharapkan adanya koordinasi dari semua pihak untuk memberikan penanggulangan terhadap permasalahan pengemis. Dengan demikian, diharapkan pengemis yang ada semakin berkurang agar tidak mengganggu kenyamanan Warga ibukota jakarta. Selain itu, perlu diadakannya peningkatan softskill maupun hardskill agar orang-orang yang saat ini berprofesi sebagai pengemis dapat mempunyai pekerjaan yang lebih baik daripada pengemis dengan cara memanfaatkan keahlian yang ia miliki.
Dan juga, peraturan pemerintah mengenai pelarangan pengemis yang beroperasi di tempat-tempat umum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya agar pengemis merasa jera bila akan beroperasi di tempat-tempat umum.




DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel Tentang "Paralel Computation"

TUGAS SOFTSKILL  3 “PARALLEL COMPUTATION” Pengantar Komputasi Modern  Nama Anggota            : 1.  Deva Prananda               ...